Praktik Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan system klien dan
tenaga kesehatan lain dalam membrikan asuhan keperawatan sesuai lingkup
wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk
praktik keperawatan individual dan berkelompok
Tujuan Praktik keperawatn
Pengaturan penyelenggaraan
praktik keperawatan bertujuan untuk:
Ë memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan.
Ë Mempertahankan dan meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
Lingkup praktik keperawatan
•
Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
•
Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam
rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dalam upaya memandirikan sistem klien
•
Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
•
Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi,
pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.
•
Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter
•
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996
KEPMENKES
NO.1239/2001:
Registrasi
& praktik perawat
Mengatur :
•
SIP (Surat Ijin Perawat)
•
SIK (Surat Ijin Kerja)
•
SIPP (Surat Ijin Praktik Perawat
Perkembangan praktik keperawatan
di indonesia :
Ë TAHUN 1963
Perawat adalah pelaksana perintah
dokter dalam pengobatan pasien (UU No : 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan).
Ë TAHUN 1979
Pembagian
tenaga kesehatan menjadi medis dan paramedis.
Paramedis
dibagi dua yaitu paramedis perawat (perawat dan bidan ) dan non Perawat.
Permenkes No :
262/Per/VII/1979
Ë TAHUN 1980
Bidan
diijinkan untuk melakukan praktik swasta (Persalinan dan KB)
•
Permenkes No : 363/Menkes/XX/1980
Ë TAHUN 1992 - Sekarang
Keperawatan
sebagai profesi dengan kewenangan tertentu :
a. UU No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan
b. PP No. 32 Th. 1996 tentnag Tenaga Kesehatan
c. Kepmenkes 1239 Th. 2001
tentang Registrasi dan Praktek Perawat
d. Kepmenkes 900 Th. 2002
tentang Registrasi dan Praktek Bidan
2.2. Pentingnya
Undang-Undang Praktik Keperawatan
Ada beberapa
alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Yaitu:
1.
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam
peningkatan derajat kesehatan.
Perawat berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan
hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan
cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap
rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin,
kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi.
Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,
kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi,
pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi
profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta
kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
2.
Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit
menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Sedang pasal 53, menyebutkan
bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
3.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat.
Hal ini karena adanya pergeseran
paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma
sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi
dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat
membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan
yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh
kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
2.3. PPNI mendorong disahkannya
Undang-Undang Praktik Keperawatan
Dalam
peringatan Hari Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini disebabkan
karena
Ë Pertama, Keperawatan sebagai
profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of
knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam
tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan
diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik;
bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih
profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan
masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan
dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien
(individu, keluarga, kelompok dan komunitas)
Ë Kedua, kewenangan penuh untuk
bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem
pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk
akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang
dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak
bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem
registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan
perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat
yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan
dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil
Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan
melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan
yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi
ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan
mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar
Ë Ketiga, perawat telah memberikan
konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian
tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum,
bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi
keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang
tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh
etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup
profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak
(masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang
seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan,
universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO,
2002)
Indonesia menghasilkan demikian
banyak tenaga perawat setiap tahun. Daya serap Dalam Negeri rendah. Sementara
peluang di negara lain sangat besar. Inggris merekrut 20.000 perawat/tahun,
Amerika sekitar 1 juta RN sampai dengan tahun 2012, Kanada sekitar 78.000 RN
sampai dengan tahun 2011, Australia sekitar 40.000 sampai dengan tahun 2010.
Belum termasuk Negara-negara Timur Tengah yang menjadi langganan kita. Peluang
ini sulit dipenuhi karena perawat kita tidak memiliki kompetensi global. Oleh
karena itu, keberadaan Konsil Keperawatan/Nursing Board sangat dibutuhkan.
Konsil ini yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi
perawat yang menjalankan praktik dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
Konsil bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh
menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas
pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma
profesi (mekanisme pendisiplinan). Konsil akan bertanggungjawab langsung kepada
presiden, sehingga keberadaan Konsil Keperawatan harus dilindungi oleh
Undang-Undang Praktik Keperawatan.
Tentunya kita tidak ingin hanya
untuk memperoleh pengakuan Registered Nurse (RN) perawat kita harus
meminta-minta kepada Malaysia, Singapura atau Australia. Negara yang telah
memiliki Nursing Board. Mekanisme, prosedur, sistem ujian dan biaya merupakan
hambatan. Belum lagi pengakua dunia internasional terhadap perawat Indonesia.
Oleh karena itu, sesuatu yang ironis ketika banyak negara membutuhkan perawat
kita tetapi lembaga yang menjamin kompetensinya tidak dikembangkan. Kepentingan
besar itulah yang saat ini sedang diperjuangkan oleh Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI). PPNI telah beberapa kali melobi Pemerintah, khususnya
Departemen Kesehatan dan DPR untuk melolosan RUU Praktik Keperawatan menjadi
Undang-Undang. Tetapi upaya itu masih sulit ditembus karena mereka menganggap
urgensi RUU ini masih dipertanyakan. Sementara tuntutan arus bawah demikian
kuat.
2.4. Undang-Undang yang ada di
Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan :
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain
menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan
hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960.
UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana
meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga
bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan
dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter,
dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada
tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan
pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini boleh dikatakan sudah usang
karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga
sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi
tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum
tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan
perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung
jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU Kesehatan No. 14 tahun
1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan
bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan
wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa
selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2
memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai
negeri juga diberlakukan terhadapnya.
UU ini untuk saat ini sudah tidak
sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri.
Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh
bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila
seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan
bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja
pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu
paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek
hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah
tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas
perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan
tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik
swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan
pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi
keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.
Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan
tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama
dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama
bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi
tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif
atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.
6. SK Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986,
tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sisitem ini dijelaskan
bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua
tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan
yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a,
Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1
Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan
tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena
dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
Beberapa pernyataaan UU Kes. No.
23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan
adalah :
Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa
ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa
tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai
dengan bidang keahlian dan kewenangannya
Pasal 53 ayat 4 menyatakan
tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
2. 5. Tugas Pokok dan Fungsi
Keperawatan Dalam RUU Keperawatan
1.Fungsi Keperawatan
Pengaturan, pengesahan serta
penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
2.Tugas Keperawatan
1.Melakukan uji kompetensi dalam registrasi keperwatan
2.Membuat peraturan-peraturan
terkait dengan praktik keperwatan untuk melindungi masyarakat
3. WewenangØ
1.Menyetujui
dan menolak permohonan registrasi keperawatan
2.Mengesahkan standar kompetensi
perawat yang dibuat oleh organisasi profesi keperawatan dan asosiasi institusi pendididkan
keperawatan
3.Menetapkan
ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh perawat
4.Menetapkan
sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan oeh perawat
5.Menetapkan
penyelenggaraan program pendidikan keperawatan
2.6. Landasan Hukum Profesi Perawat
Manusia sebagai
makhluk sosial yang selalu senantiasa berhubungan dengan manusia lain dalam
masyarakat, senantiasa diatur diantaranya norma agama, norma etik dan norma
hukum. Ketiga norma tersebut, khususnya norma hukum dibutuhkan untuk
menciptakan ketertiban di dalam masyarakat. Dengan terciptanya ketertiban,
ketentraman dan pada kahirnya perdamaian dalam berkehidupan, diharapkan
kepentingan manusia dapat terpenuhi. Kesehatan, sebagai salah satu kebutuhan
pokok manusia selain sandang, pangan, papan dan pendidikan, perlu diatur dengan
berbagai piranti hukum. Sebab pembangunan di bidang kesehatan diperlukan tiga
faktor :
1. perlunya perawatan kesehatan diatur dengan langkah-langkah tindakan konkrit dari pemerintah
2. perlunya pengaturan hukum di
lingkungan sistem perawatan kesehatan
3. perlunya kejelasan yang membatasi antara perawatan kesehatan dengan tindakan tertentu.
Ketiga faktor tersebut memerlukan
piranti hukum untuk melindungi pemberi dan penerima jasa kesehatan, agar ada
kepastian hukum dalam melaksanakan tugas profesinya. Dalam pelayanan kesehatan
(Yan-Kes), pada dasarnya merupakan hubungan “unik”, karena hubungan tersebut
bersifat interpersonal. Oleh karena itu, tidak saja diatur oleh hukum tetapi
juga oleh etika dan moral. Di dalam konteks ini, saya mencoba memberikan
pemahaman kepada kawan-kawan perawat tentang arti penting peraturan hukum di
bidang kesehatan dalam melaksanakan tugas pelayanan kesehatan.
I. Undang-Undang No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan
I.1. BAB I Ketentuan Umum, Pasal
1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
I.2. Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat
yang dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
II. Keputusan Menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor:
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
II.1. BAB I Ketentuan Umum Pasal
1 :
Dalam Keputusan Menteri ini yang
dimaksud dengan :
1. Perawat adalah orang yang
telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah saya).
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah saya).
3. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis bawah saya).
ketentuan Pidana yang diatur
dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga dikenakan pasal 340 KUHP. Salah
satu contohnya adalah pelanggaran yang menyangkut Pasal 32 Ayat (4)
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut
diatur mengenai pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pelanggaran atas pasal
tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat
(1a) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan :
“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja : melakukan pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
“barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenagan dengan sengaja : melakukan pengobatan dan atau peraywatan sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
perorangan/berkelompok (garis
bawah saya).
5. Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik
II.1.2. BAB III Perizinan, Pasal
8 :
1. Perawat dapat melaksanakan
praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktek perorangan/atau
berkelompok.
2. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK (garis bawah saya).
3. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP (garis bawah saya).
2. Perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK (garis bawah saya).
3. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP (garis bawah saya).
Pasal 9 Ayat 1
SIK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 Ayat 2 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat.
Pasal 10
SIK hanya berlaku pada 1 (satu)
sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12
(1).SIPP sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
4. Surat Ijin Praktek Perawat
selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan perawat untuk
menjalankan praktek perawat
(2).SIPP hanya diberikan kepada
perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau memiliki
pendidikan keperawatan dengan kompetensi yang lebih tinggi.
Pasal 13
Rekomendasi untuk mendapatkan SIK
dan/atau SIPP dilakukan melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan
bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan
melakukan praktek keperawatan.
Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan
praktek keperawatan berwenang untuk :
a. melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dmaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter (garis bawah saya).
a. melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dmaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter (garis bawah saya).
Pengecualian pasal 15 adalah
pasal 20;
(1). Dalam keadaan darurat yang
mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2). Pelayanan dalam keadaan darurat
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Pasal 21
(1).Perawat yang menjalankan
praktek perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang prakteknya. (garis bawah
saya).
(2).Perawat yang menjalankan
praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek (garis bawah
saya).
Pasal 31
(1). Perawat yang telah
mendapatkan SIK aatau SIPP dilarang :
a. menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
b. melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
(2). Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) butir a.
a. menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
b. melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
(2). Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) butir a.
Di dalam praktek apabila terjadi
pelanggaraan praktek keperawatan, aparat penegak hukum lebih cenderung
mempergunakan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan ketentuan
Sebagai penutup, saya sangat berharap adanya pemahaman yang baik dan benar
tentang beberapa piranti hukum yang mengatur pelayanan kesehatan untuk
menunjang pelaksanaan tugas di bidang keperawatan dengan baik dan benar
2.7. Perkembangan
Perjuangan Undang-Undang Keperawatan
Berikut adalah perkembangan perjuangan UUK yang telah terjadi;
1. Paska aksi di DPR, komisi 9
menulis surat resmi untuk memproses UUK kepada Baleg DPR RI. kemudian DPR
mengatakan bahwa masalah bukan hanya di DPR tapi juga di eksekutif (MENKES).
Segala upaya via jalur normal kandas.
2. Aksi damai di Depkes diakukan dengan dukungan dari elemen perawat DKI, Jabar dan Banten serta mahasiswa (jumlah lebih sedikit dari aksi di DPR). issu yang disampaikan adalah dosa2 depkes terhadap perawat seperti: standard kompetensi perawat tidak disahkan sejak tahun 2002, 15 profesi lain yang mengusulkan lebih lambat (sekitar 2007) telah disahkan. PTT tidak ada bagi perawat, tapi ada bagi profesi lain, Desa Siaga tidak mengikutsertakan perawat Perkesmas sebagai bentuk pelayanan komunitas dihapuskan. usulan amandeman kepmenkes 1239/2001 tidak dijalankan bahkan berencana membuat SK baru yang menggebiri peran organisasi profesi. Dll
3. penyelenggarakan Mukernaslub
4. pengirman sms ke presiden
5. paska aksi tersebut, Menegneg memanggil PPNI untuk beraudiensi. mereka mendukung penuh UUK dan segera di proses bila telah tiba dari DPR
6. Melibatkan PPNI di Mensesneg dalam rapat koordinasi antar departemen terkait keberadaan perawat
7. Staff ahli baleg (23/6) mengundang PPNI untuk presentasi paparan urgensi UUK segera disahkan.
8. Sehari setelah itu (24/6), Anggota Baleg, mengudang secara resmi PPNI untuk menyampaikan UUK di hadapan dewan.
9. Menkes mengudang PPNI untuk beraudiensi dengan PPNI (26/6). beliau intinya sangat mendukung UUK, menyetujui amandemen Kepmenkes 1239/2001, menyetujui KNKP (komite kompetensi nasional perawat) yang dibentuk PPNI dll. termasuk hambatan PPNI yang selama ini dirasakan akan diratakan. Surat-surat permohonan audiensi sebelumnya tidak pernah ditanggapi.
Sekarang PPNI sedang sibuk memperbaiki draf masukan dari para anggota dewasn. disisi lain, mereka sedang sibuk berkonsolidasi untuk menyiagakan pasukan dan membangun pemahaman atas pentingnya UUK. Bila dukungan peraturan telah ada, semua perangkat telah siap, karena kami sesungguhnya terus bekerja, maka wahai teman, sisihkan barang sedikit waktu kita untuk profesi kita, tempat dimana kita hidup.
Sepertinya tidak ada yang tidak mungkin dalam perjuangan, kuncinya adalah optimis dan selalu bergerak momen ini adalah moment yang sangat menentukan.
4. pengirman sms ke presiden
5. paska aksi tersebut, Menegneg memanggil PPNI untuk beraudiensi. mereka mendukung penuh UUK dan segera di proses bila telah tiba dari DPR
6. Melibatkan PPNI di Mensesneg dalam rapat koordinasi antar departemen terkait keberadaan perawat
7. Staff ahli baleg (23/6) mengundang PPNI untuk presentasi paparan urgensi UUK segera disahkan.
8. Sehari setelah itu (24/6), Anggota Baleg, mengudang secara resmi PPNI untuk menyampaikan UUK di hadapan dewan.
9. Menkes mengudang PPNI untuk beraudiensi dengan PPNI (26/6). beliau intinya sangat mendukung UUK, menyetujui amandemen Kepmenkes 1239/2001, menyetujui KNKP (komite kompetensi nasional perawat) yang dibentuk PPNI dll. termasuk hambatan PPNI yang selama ini dirasakan akan diratakan. Surat-surat permohonan audiensi sebelumnya tidak pernah ditanggapi.
Sekarang PPNI sedang sibuk memperbaiki draf masukan dari para anggota dewasn. disisi lain, mereka sedang sibuk berkonsolidasi untuk menyiagakan pasukan dan membangun pemahaman atas pentingnya UUK. Bila dukungan peraturan telah ada, semua perangkat telah siap, karena kami sesungguhnya terus bekerja, maka wahai teman, sisihkan barang sedikit waktu kita untuk profesi kita, tempat dimana kita hidup.
Sepertinya tidak ada yang tidak mungkin dalam perjuangan, kuncinya adalah optimis dan selalu bergerak momen ini adalah moment yang sangat menentukan.
PERKEMBANGAN TERAKHIR RUU
KEPERAWATAN
1. Komisi IX sudah mengirim surat ke BALEG DPR RI untuk memproses inisiatif DPR dan
membentuk PANSUS Undang - Undang Keperawatan
2.Sidang Paripurna selasa 09/06/2009 Bpk.Zuber (F-PKS) dan Bpk.Sonny (F-PDIP)sudah
melakukan Interupsi agar Undang - Undang Keperawatan di sah kan Tahun ini (2009)
3.PPNI diterima F-Demokrat mendorong pemerintah untuk segera mensahkan Undang -
Undang Keperawatan.
4.PPNI diterima BALEG DPR RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar