Entri Populer

Selasa, 29 Januari 2013

Konsep Hipertensi



2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang tidak normal dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih 90 mmHg (Mansjoer, 1999).
Batasan tersebut diatas tidak membedakan usia dan jenis kelamin, sedangkan batasan hipertensi dengan memperhatikan perbedaan usia dan jenis kelamin (Ridwan, 2010).
1.   Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90 mmHg.
2.   Pria usia lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 145/95 mmHg.
3.   Pada wanita tekanan darah di atas atau sama dengan 160/90 mmHg dinyatakan hipertensi.




2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi
Kategori
Tekanan Diastolik (mmhg)
Tekanan Sistolik (mmhg)
Normal
< 85
< 130
Normal Tinggi
85 – 89
130 – 139
Hipertensi


Kategori 1 (ringan)
90 – 99
140 – 159
Kategori 2 (sedang)
100 – 109
160 – 179
Kategori 3 (berat)
110– 119
180 220
Kategori 4 (sangat berat)
>= 120

Sumber: Ridwan, (2010)
2.1.3 Etiologi
Menurut Mansjoer (1999) hipertensi berdasarkan penyebabnya di bagi menjadi dua golongan yaitu:
1.   Hipertensi esensial/hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya di sebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus, faktor yang mempengaruhi antara lain: genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan syaraf simpatik, system renin angiotensin, defek dalam eskresi Natrium, peningkatan Natrium dan Kalsium intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, serta merokok.
2.   Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebab spesifiknya di ketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta.
2.1.4 Gejala Klinis
Orang yang terkena hipertensi biasanya tidak akan menimbulkan gejala sebagaimana halnya orang yang terkena demam tinggi. Bahkan orang yang telah tinggi tekanan darahnya juga masih kelihatan sehat–sehat saja. Tapi ada beberapa gejala yang khas pada penderita hipertensi, yaitu: sakit kepala, pendarahan di hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan. Apabila hipertensinya sudah akut atau berada dalam stadium berat maka akan diikuti dengan gejala berikutnya, seperti: mual, muntah, sesak nafas, gelisah sampai pandangan mata menjadi kabur akibat kerusakan pada otak, mata, jantung, serta ginjal. Jika tidak ditangani dengan baik maka akan menyebabkan koma bahkan menimbulkan kematian.
2.1.5 Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan komplikasi seperti kerusakan organ otak, jantung, ginjal, dan mata. Pembuluh darah otak yang bertekanan tinggi dapat beresiko mengalami pecah dan dapat mempengaruhi gangguan pada mata karena saraf dari otak ke mata mengalami gangguan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Jantung sebagai pemompa darah juga akan terkena imbasnya bila terjadi hipertensi, adanya sumbatan di arteri koronaria dan pembuluh jantung yang lainnya dapat meningkatkan tekanan pembuluh darah pada jantung sehingga dapat beresiko menyebabkan infark atau serangan jantung. Ginjal merupakan organ lain yang akan terkena imbasnya bila terjadi hipertensi, bila pembuluh darah mengalami tekanan yang tinggi maka akan menggangu distribusi aliran darah ke ginjal sehingga dapat berdampak penurunan atau kerusakan fungsi ginjal dan dapat beresiko terjadi gagal ginjal.
2.1.6 Penanganan.
Menurut UPF Ilmu Penyakit Jantung (1994):
1.   Non Farmakologis
Menurunkan berat badan bila ada obesitas meningkatkan aktivitas fisik, latihan fisik aerobik teratur, menurunkan intake NaCl (kurang 60 gr /Hari),  menurunkan intake alkohol, menurunkan intake kolesterol, tidak merokok, relaksasi, mengurangi stress.
Tabel 2.2 pengobatan hipertensi
Agen langkah 1
Agen langkah 2
Agen langkah 3
Diuretik
Beta bloker
Penghambat saluran kalsium
Inhibitor ACE
Beta bloker
Reserpin
Prazozin
Inhibitor ACE
Penghambat saluran kalsium
Hidralazin
Minoksidil
Guanetidin
Inhibitor ACE
Penghambat saluran ACE
                Sumber: Ridwan, (2010)
Tabel 2.2 memberikan garis besar bahan-bahan anti hipertensi utama yang biasa digunakan sekarang ini. Tersusun sesuai dengan mekanisme kegiatannya dan dibagi menjadi 6 kategori luas, mencakup diuretik, beta bloker, inhibitor adrenergik, vasodilator, inhibitor enzim pengubah antiotensin (ACE), dan penghambat saluran kalsium. Obat mana yang dipilih tergantung dari berbagai faktor, tapi secara umum harus dipilih obat yang paling sederhana dan paling murah. Tetapi bertahap merupakan cara tradisional untuk semua tingkat pasien hipertensi. Pada hipertensi yang ringan cara ini diganti dengan serial monoterapi.
1.   Pendekatan serial monoterapi
Terapi ini diawali dengan pemberian satu jenis bahan, dan dosis di tingkatkan sesuai dengan toleransi. Kalau tekanan darah tidak terkontrol dengan baik atau kalau timbul efek samping, maka diberikan bahan lain berurutan sampai tekanan darah dapat terkontrol dengan baik. Cara ini dapat membantu meningkatkan kemampuan pasien dengan menyederhanakan penyesuaian terapi yang lebih besar dengan ciri khas masing-masing pasien. Diuretik seringkali lebih efektif pada mereka yang berkulit hitam dan mungkin lebih sesuai untuk pasien penderita asma dan penyakit pulmoter obstruktif menahun. Juga cukup aman untuk pasien lanjut usia, apabila diberikan dalam dosis rendah. Beta bloker atau penghambat saluran kalsium bermanfaat pada pasien yang sudah mengidap penyakit arteri koroner sebelumnya. Beta bloker maupun diuretik telah terbukti menimbulkan perubahan-perubahan kecil yang kurang baik pada profil lipid, tetapi makna klinis dari kondisi ini belum diketahui. Pasien yang sebelumnya sudah menderita kelainan lipid atau telah terbukti mengalami efek berlawanan akibat obat-obat tersebut, sebaiknya di terapi dengan paduan obat lainnya. Obat yang mempunyai efek lipid netral atau menguntungkan mencakup klonidin, parazosin, hidralazin, penghambat saluran kalsium dan inhibitor enzim pengubah angitensin (ACE). Bahan-bahan tersebut merupakan calon monoterapi. Kecuali itu juga berguna bagi pasien diabetes karena bahan ini tidak memperberat kondisi hiperglikemia sebagaimana diuretik.
2.   Perawatan bertahap
Sesuai untuk pasien yang tidak berhasil ditangani dengan serial monoterapi dan membutuhkan beberapa jenis bahan untuk mengontrol hipertensi berat atau sedang yang dideritanya. Terapi dimulai dengan satu antihipertensi, dan dosis ditingkatkan secara bertahap. Bahan kedua kemudian ditambahkan (atau digantikan) kalau belum terkontrol dan dosis bahan kedua dinaikkan secara bertahap. Tabel 2-4  menggambarkan obat-obat yang bisa digunakan pada berbagai tahap terapi. Obat yang digunakan pada langkah pertama biasanya beta broker atau diuretik. Obat pada langkah kedua mencakup beta bloker (kalau memang belum digunakan sebelumnya), klonidin, reserpin dan prazosin. Obat langkah ketiga biasanya vasodilator seperti hidralazin atau minoksidil. Guanetidin juga disertakan untuk beberapa kasus refrakter berat. Inhibitor ACE biasanya ditambahkan pada langkah kedua atau ketiga, dan semakin sering digunakan sebagai terapi awal, terutama pada pasien dengan hipertensi ringan. Inhibitor ACE mempunyai efek netral pada profil lipid dan dilaporkan lebih sedikit efek sampingnya dibandingkan beberapa  bahan  lainnya.  Penghambat  saluran  kalsium  semakin
banyak digunakan pada segala tingkat hipertensi.
2.   Menurut Potter & Perry (2005) dari segi keperawatan:
1)   Mempertahankan dan meningkatkan fungsi kardiovaskular dengan berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung dalam rentang normal pasien.
2)   Mencegah komplikasi dengan periksa tekanan darah berkala.
3)   Memberikan informasi tentang proses atau prognosis dari program pengobatan.
4)   Mendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi.
Pemeriksaan Penunjang:
1.   Kimia darah yang meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit serum.
2.   Rontgen thoraks
3.   EKG
4.   Urinalisis
5.   Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron
6.   Pemeriksaan finillyman delic katekolamin pada urine
2.1.6        Perawatan penderita hipertensi menurut Ridwan (2010)
1.  Pengaturan diit
1)   Diit rendah garam
Orang indonesia rata-rata mengkonsumsi garam dapur (bersama makanan) sebanyak 5 – 15 gram per hari. Bagi penderita hipertensi dianjurkan mengkonsumsi garam dapur 2 gr per hari. Jadi tidak harus “mutih” (istilah jawa berpantang garam), dengan tidak memasukkan garam sama sekali ke dalam makanannya, nanti dikhawatirkan malah mengurangi nafsu makan. Kelebihan konsumsi garam pada umumnya akan dibuang melalui urine dan keringat. Akan tetapi ada sebagian orang sulit untuk mengeluarkan  kelebihan tersebut, akibatnya cairan akan bertahan di dalam tubuh yang akhirnya akan meningkatkan resiko terkena hipertensi.
2)   Diit rendah kolesterol dan Lemak terbatas
Tubuh memperoleh kolesterol dari makanan sehari-hari dan dari hasil sintesa dalam hati. Sekitar 25% - 50% kolesterol akan diabsorbsi oleh tubuh, yang lain akan dibuang melalui feses. Jika konsumsi kolesterol terlalu banyak maka penyerapan makanan di dalam tubuh juga akan meningkat, diit ini bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol darah dan menurunkan berat badan. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
(1)   Hindari pengggunaan minyak kelapa, lemak hewani, margarin, dan mentega.
(2)   Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jerohan lainnya.
(3)   Batasi konsumsi kuning telur, paling 3 butir dalam sehari.
(4)   Gunakan susu skim untuk mengganti susu penuh.
(5)   Lebih sering konsumsi tahu, tempe dan kacang-kacangan.
(6)   Batasi penggunaan gula dan makanan manis.
(7)   Lebih banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
3)   Diit tinggi serat
Diit tinggi serat adalah diit yang merangsang peristaltik usus agar defekasi dapat normal kembali. Dr. James Anderson mengungkapkan bahwa serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit hipertensi, serat akan mengikat kolesterol maupun asam empedu dan selanjutnya di buang melalui feses. Berdasarkan pengetahuan tersebut pasien hipertensi dianjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat.
4)   Diit kalori bila berlebihan berat badan
Diit ini bertujuan untuk memberikan makanan rendah kalori guna menurunkan berat badan hingga normal. Obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi, maka pengurangan berat badan dapat menurunkan tekanan darah sampai batas tingkat tertentu. Pengaruh pengurangan berat badan melalui diit rendah kalori ini bervariasi pada tiap orang dan salah satu faktor tertentu adalah berkurangnya konsumsi Natrium, biasanya diit ini lebih sedikit Natrium, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
(1)   Asupan kalori dikurangi 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 0,5 kg BB/mgg.
(2)   Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan gizi.
(3)   Perlu untuk melakukan aktivitas olah raga ringan.
2.      Latihan Olah Raga Teratur
Bagi penderita hipertensi, disarankan melakukan olah raga dinamis, yaitu olah raga yang tidak terlalu mengeluarkan tenaga. Umpamanya jalan kaki cepat, bersepeda, berenang. Dengan olah raga dinamis akan memperbaiki metabolisme otot, hal ini akan membantu terjadinya pelebaran pembuluh darah, sehingga tekanan darah akan menurun. Selain itu olah raga juga menambah kesegaran jasmani, yang pada gilirannya meningkatkan daya tahan penderita dalam menghadapi serangan hipertensi.
3.      Mengurangi Berat Badan  
Berat badan ideal orang Indonesia dihitung sebagai berikut : TB 100%-BB(kg). Seseorang dikatakan gemuk bila berat badannya 20 % diatas berat badan ideal. Dan orang gemuk lebih sering menderita hipertensi dari pada orang normal. Jika tingginya tekanan darah kita minim atau sedang, pengurangan berat badan dapat merupakan satu-satunya yang diperlukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal.
4.      Menghindari Stress
Menghindari stress mudah dianjurkan tetapi sulit dilaksanakan. Perubahan pola hidup dan pola makanan, otomatis dengan akibat kurangnya gerak tubuh merupakan contoh perubahan yang terjadi. Perubahan lingkungan, fisik dan sosial ini jelas mempengaruhi manusia. Bila kepribadian dan fisik seseorang tidak dapat beradaptasi terhadap lingkungan, timbullah stress dengan berbagai manifestasinya diantaranya hipertensi. Mendalami Agama dan mengusahakan terciptanya keluarga bahagia merupakan alat ampuh untuk menangkal stress akibat perubahan-perubahan ini. Setiap manusia menangkal stress dengan caranya sendiri, sesuai dengan kepribadiannya. Usaha-usaha ini dianjurkan tidak saja untuk mencegah hipertensi tetapi juga untuk segenap lapisan masyarakat demi menjaga kesehatan.
5.      Menghentikan Kebiasaan Merokok
Rokok menyebabkan kenaikan tekanan darah dalam 2–10 menit setelah diisap. Rokok merangsang saraf mengeluarkan hormon yang menyebabkan pengerutan pembuluh darah, sehingga tekanan darah naik. Namun kenaikan tekanan darah itu hanya berlangsung selama kita merokok. Berhenti merokok akan turun lagi. Sedangkan pengaruh jangka panjang rokok terhadap tekanan darah memang belum jelas, tapi bukan berarti aman kalau merokok.

Konsep Koping



2.3.1 Pengertian Koping
            Koping adalah sebuah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut (http://www.psychologymania.com/2012/08/pengertian-koping.html).
2.3.2  Sumber Koping
            Individu dapat mengatasi stress dan kecemasan dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut dapat berupa model ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart, 2006)
2.3.3  Mekanisme Koping
            Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam. Sedangkan menurut Lazarus, koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara langsung dalam upaya mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi batas kemampuan individu (http://heldaupik.blogspot.com/2012/02/mekanisme-koping.html)
Ketika mengalami kecemasan, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengantisipasinya, ketidakmampuan mengatasi kecemasan sacara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu untuk mengatasi kecemasan ringan cenderung tetap dominanketika kecemasan menjadi lebih intens. Kecemasan ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar, sedangkan kecemasan sedang dan berat menimbulkan dua jenis koping yaitu :
1.      Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stress secara realistis.
-          Perilaku menyerang yang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
-          Perilaku Menarik diri digunakan untuk jauhkan diri dari sumber ancaman, baik secara fisik maupun psikologis.
-          Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa dilakukan individu, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuahn personal.
2.      Mekanisme pertahanan ego membantu menagtasi kecemasan ringan dan sedang akan tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relatif pada tingkat sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat menjadi respon maladaptif ter hadap stress (Stuart, 2006).
2.3.4  Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Mekanisme koping adaptif
Merupakan mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan.
2.      Mekanisme koping maladaptive
Merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan (Stuart, 2006).
2.3.5 Mekanisme Pertahanan Ego
Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut :
1. Kompensasi
Proses seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki.
2. Penyangkalan (denial)
Menyatakan tidak setuju terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud melindungi diri.


3. Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
4. Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri seorang individu.
5. Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6. Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalah secara obyektif.
7. Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.
8. Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.

9. Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.
 10. Rasionalisasi
Rasionalisasi dimaksudkan sebagai usaha individu mencari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk, muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.
11. Reaksi formasi
Individu mengadakan pembentukan reaksi ketika berusaha menyembunyikan motif dan perasaan sebenarnya, dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan. Dengan cara ini individu dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan menghadapi ciri pribadi yang tidak menyenangkan.
12. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas individu yang berusia lebih muda.

13. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku.
14. Pemisahan (splitting)
Memandang orang atau situasi sebagai semuanya baik atau buruk : gagal untuk mengintegrasikan kualitas positif dan negatif diri.
15.Sublimasi
Penerimaan tujuan pengganti yang diterima seacra sosial karena dorongan yang merupakan saluran normal ekspresi terhambat.
16. Supresi
Supresi merupakan proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga.
17. Undoing
Tindakan atau komunikasi yang sebagian meniadakan yang sudah ada sebelumnya ; merupakan mekanisme pertahanan primitif (Stuart, 2006).
2.3.6        Respon koping
Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala) dan pernyataan klien dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek : fisiologis dan psikososial.
a.    Reaksi fisiologis merupakan manifestasi tubuh terhadap stres.
b.    Reaksi psikososial terkait beberapa aspek antara lain :
i.      Reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental, seperti denial (menyangkal), projeksi, regresi, displacement, isolasi dan supresi.
ii.    Reaksi yang berkaitan dengan respon verbal seperti, menangis, tertawa, teriak, memukul dan menyepak, menggenggam, mencerca respon.
iii.  Reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah, jika mekanisme pertahanan mental dan respon verbal tidak menyelesaikan masalah secara tuntas karena itu perlu dikembangkan kemampuan menyelesaikan masalah, ini merupakan koping yang perlu dikembangkan karena koping ini melibatkan proses kognitif, afektif dan psikomotor (Stuart, 2006)